Mereka selalu menerimaku apa adanya. Menyambutku dengan hangatnya senyum saat mendengar keluhanku. Tak jarang mereka tertawa lebar dan terbahak-bahak saat mendengar segala kebodohanku. Mendengar tawa mereka, rasanya seperti membawaku memasuki suatu dunia yang lain. Dunia yang menerimaku apa adanya, dimana aku hanya perlu menjadi diriku.
Sahabatku tidak selalu ada saat aku membutuhkan mereka. Tapi aku tahu, telepati kami tidak pernah terputus. Mereka tahu kapan aku membutuhkan mereka, dan bersedia berjam-jam meluangkan waktu dari sejuta kesibukannya hanya untukku.
Aku punya banyak teman, tapi tak banyak sahabat yang kumiliki. Teman-teman terdengar sebagai orang yang hanya bisa diajak untuk bersenang-senang. Aku tidak terlalu nyaman dengan teman-teman. Mungkin ini salah satu faktor mengapa aku tidak mudah bergaul dan dekat dengan orang lain. Ya, teman memang datang dan pergi.
Sahabatku tidak pernah terkikis oleh waktu. Zaman berubah, mereka tetap sama. Aku tahu setiap orang selalu berubah, tapi ketika kamu bertemu dengan sahabatmu, kamu akan menyadari, tidak ada yang berubah walaupun ia telah berganti seribu rupa penampilannya. Kami bersenda gurau, mentertawai kehidupan-kehidupan kami yang konyol, dan semua terasa begitu indah. Ini lebih indah daripada ciuman pertama.
Aku tidak bisa memilih sahabat. Mereka datang begitu saja. Rasanya, seperti toko roti enak yang kau temukan begitu saja saat kau sedang kelaparan dan mencari toko roti yang buka. Semuanya terjadi begitu saja, tapi inilah yang aku sebut destiny. Mereka sudah ada, sudah disediakan bahkan sejak aku belum dilahirkan.

*Hanya untuk mereka, sahabat-sahabatku. Entah kapan kita berjumpa, tapi kita tahu kalau kita adalah sahabat.
No comments:
Post a Comment